Prabumulih Forum
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly

5 posters

Go down

Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly Empty Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly

Post by Bang_Uk Fri 18 Jul 2008 - 23:14

hallo semua,,cuma mo berbagi cerita dikit tentang Sumiarsih terpidana mati yang belakangan ini heboh(mungkin sekarang sudah di eksekusi)..ternyata ada beberapa hikmah yg bisa kita ambil dari cerita ini......

-----------------------------------------------------------------------------------------------
SUMIARSIH adalah orang terkaya saat masih menjadi germo di kawasan Jalan Kupang Gunung Gang 1 Surabaya (atau lebih dikenal sebagai Gang Dolly), puluhan tahun silam. Ia setidaknya memiliki dua buah rumah bertingkat dua yang disewakan ke para PSK Gang Dolly.

Selain itu, Sumiarsih juga mengelola rumah bordil yang diberi nama Wisma Happy. Wisma inilah yang menjadi pemicu pembunuhan terhadap Letkol Marinir Poerwanto dan empat anggota keluarganya pada 13 Agustus 1988. Kini Wisma Happy telah berpindah kepemilikan dan berganti nama meski masih dipakai sebagai etalase PSK.

Menurut Pak De, seorang warga setempat yang juga kenalan baik keluarga Sumiarsih, jauh hari sebelum peristiwa pembunuhan itu hubungan antara Sumiarsih dan suaminya, Djais Adi Prayitno, dan Letkol Purwanto sangat akrab. Prayitno jugalah yang dipercaya mengelola keuangan Poerwanto.

“Setiap minggu Pak Poerwanto selalu menyerahkan uang Rp 60 juta dari hasil usaha koperasinya ke Pak Prayit untuk disimpan,” ungkap Pak De yang sudah sekitar 50 tahun berjualan makanan di Gang Dolly.

Karena kedekatan itulah warga tidak menyangka bahwa keluarga Sumiarsih justru yang menghabisi keluarga Poerwanto. Apalagi menjelang malam tanggal 13 Agustus 1988 (atau beberapa saat setelah pembunuhan dilakukan), Prayitno terlihat pergi memakai mobil dengan membawa Poerwanto di sampingnya.

“Saat itu kami sempat bertanya 'mau ke mana Pak Prayit' dan dijawab 'ada bisnis'. Ya, kami tidak curiga sama sekali,” kata pria tua yang hanya mau ditulis namanya dengan sebutan Pak De ini.

Padahal, kemudian terkuak bahwa saat diajak pergi itu sebetulnya Letkol Poerwanto baru saja tewas dibunuh. Poerwanto ditempatkan sedemikian rupa dan dipakaikan jas untuk menutupi baju seragam TNI AL-nya sehingga seolah-olah ia tidur di mobil yang ditumpangi Prayit.

Kecurigaan warga baru muncul ketika esok harinya ada kabar Poerwanto tewas dan dibuang di sebuah jurang di kawasan wisata Songgoriti, Kota Batu, yang saat itu masih masuk Kabupaten Malang. Pagi itu juga warga terperanjat karena mengetahui yang meninggal ternyata bukan hanya Purwanto, melainkan istri, dua anak, dan keponakannya pula. Polisi kemudian mengungkap, motif pembunuhan adalah utang-piutang berjumlah puluhan juta rupiah yang terkait dengan pengelolaan Wisma Happy.

SUMIARSIH adalah orang terkaya saat masih menjadi germo di kawasan Jalan Kupang Gunung Gang 1 Surabaya (atau lebih dikenal sebagai Gang Dolly), puluhan tahun silam. Ia setidaknya memiliki dua buah rumah bertingkat dua yang disewakan ke para PSK Gang Dolly.

Selain itu, Sumiarsih juga mengelola rumah bordil yang diberi nama Wisma Happy. Wisma inilah yang menjadi pemicu pembunuhan terhadap Letkol Marinir Poerwanto dan empat anggota keluarganya pada 13 Agustus 1988. Kini Wisma Happy telah berpindah kepemilikan dan berganti nama meski masih dipakai sebagai etalase PSK.

Menurut Pak De, seorang warga setempat yang juga kenalan baik keluarga Sumiarsih, jauh hari sebelum peristiwa pembunuhan itu hubungan antara Sumiarsih dan suaminya, Djais Adi Prayitno, dan Letkol Purwanto sangat akrab. Prayitno jugalah yang dipercaya mengelola keuangan Poerwanto.

“Setiap minggu Pak Poerwanto selalu menyerahkan uang Rp 60 juta dari hasil usaha koperasinya ke Pak Prayit untuk disimpan,” ungkap Pak De yang sudah sekitar 50 tahun berjualan makanan di Gang Dolly.

Karena kedekatan itulah warga tidak menyangka bahwa keluarga Sumiarsih justru yang menghabisi keluarga Poerwanto. Apalagi menjelang malam tanggal 13 Agustus 1988 (atau beberapa saat setelah pembunuhan dilakukan), Prayitno terlihat pergi memakai mobil dengan membawa Poerwanto di sampingnya.

“Saat itu kami sempat bertanya 'mau ke mana Pak Prayit' dan dijawab 'ada bisnis'. Ya, kami tidak curiga sama sekali,” kata pria tua yang hanya mau ditulis namanya dengan sebutan Pak De ini.

Padahal, kemudian terkuak bahwa saat diajak pergi itu sebetulnya Letkol Poerwanto baru saja tewas dibunuh. Poerwanto ditempatkan sedemikian rupa dan dipakaikan jas untuk menutupi baju seragam TNI AL-nya sehingga seolah-olah ia tidur di mobil yang ditumpangi Prayit.

Kecurigaan warga baru muncul ketika esok harinya ada kabar Poerwanto tewas dan dibuang di sebuah jurang di kawasan wisata Songgoriti, Kota Batu, yang saat itu masih masuk Kabupaten Malang. Pagi itu juga warga terperanjat karena mengetahui yang meninggal ternyata bukan hanya Purwanto, melainkan istri, dua anak, dan keponakannya pula. Polisi kemudian mengungkap, motif pembunuhan adalah utang-piutang berjumlah puluhan juta rupiah yang terkait dengan pengelolaan Wisma Happy.

PEMBUNUHAN tragis atas keluarga Letkol Poerwanti tersebut langsung membuyarkan anggapan warga tentang sosok Sumiarsih dan keluarganya. Diakui Pak De, di mata warga Gang Dolly, kala itu Sumiarsih dan keluarganya adalah sosok yang ramah dan baik. "Dia selalu boso (berbicara menggunakan bahasa Jawa halus) kepada setiap orang. Tutur katanya pelan, enggak pernah menyakiti orang," tutur Pak De.

Sumiarsih juga ringan tangan dan empatinya besar kepada warga lain. Pak De juga mengaku sering dibantu Sumiarsih. "Saya pernah mengeluh tidak bisa membelikan seragam anak saya (Darmawan dan Supriyadi) dan besoknya Bu Prayit langsung membelikan. Malah ada anak warga sini yang disekolahkannya sampai lulus SMA," kata Pak De.

Warga juga tidak segan mendatangi rumah Sumiarsih ketika kesulitan uang. Maklum, saat itu Sumiarsih tercatat sebagai orang kaya di wilayah Dolly. Selain itu, Sugeng, anak Sumiarsih, juga dikenal sebagai pemuda yang ramah dan baik kepada warga sekitar.

Sejak dulu Sugeng sudah menyukai bercocok tanam, khususnya merawat tanaman bonsai. Tidak heran jika selama menjalani hukuman di Lembaga Pemasyaratakan (Lapas) Kelas 1 Surabaya di Porong, Sugeng menjadi tukang taman.

"Kalau saya tahu bakal ada pembunuhan, mungkin sudah saya ajak pergi dia. Kasihan Sugeng, dia orang baik," kata Pak De.

Saat ditemukan dengan Sugeng (44) di Rutan Medaeng, Rabu (16/7) dini hari, Sumiarsih berkali-kali meminta maaf kepada anaknya itu karena telah melibatkannya dalam aksi pembunuhan.

Sementara itu, hingga kini satu dari dua rumah sewa berlantai dua yang disebut milik keluarga Sumiarsih tetap berdiri kokoh tepat di depan Gang Dolly meski beberapa bagian dindingnya mengelupas dan cat putihnya mulai memudar.

Sejak ditinggal keluarga Sumiarsih 20 tahun lalu, rumah ini tidak jelas pengelolaannya. Menurut Pak De, beberapa tahun rumah ini sempat dipakai sebagai klinik kesehatan oleh seorang dokter. Namun, sejak dua tahun lalu klinik itu ditutup.

"Saya tidak tahu apakah rumah ini masih milik Bu Prayit, tapi sejak dua tahun lalu tak berpenghuni," kata Pak De.

Rumah lain adalah di Jalan Kupang Gunung 41 yang saat itu juga disewakan untuk PSK. Kini bagian bawah rumah itu telah dibongkar dan menjadi tempat parkir kendaraan para tamu kawasan Dolly, sedangkan bagian atasnya digunakan oleh orang lain. "Saya tak tahu siapa penghuninya," kata Pak De.

Gunawan (25), warga lain Gang Dolly yang mengaku tidak kenal Sumiarsih, mendengar bahwa Sumiarsih memang memiliki kekayaan melimpah. "Rumah yang saya kontrak di Putat Jaya juga rumah Bu Sumiarsih, yang kala itu dipakai keponakannya," kata Gunawan.

HARAPAN Sugeng (44) untuk bertemu dengan penyanyi idolanya, Ebiet G Ade, menjelang akhir hayatnya memang tidak bisa terwujud. Namun, keinginan itu sedikit terobati dengan kedatangan Rachmawati Peni Sutantri, wanita yang dikaguminya saat masih duduk di bangku SMP.

Peni inilah yang disimbolkan Sugeng sebagai sosok Camelia seperti dalam album Camelia milik Ebiet G Ade. Peni, yang disapa Sugeng dengan panggilan Inep (kebalikan kata Peni), adalah teman sekelas Sugeng ketika di SMPN II Jombang. Kekaguman Sugeng akan Peni sebenarnya bersambut, tetapi karena minder dengan kesenjangan statusnya, Sugeng lantas menarik diri dari pertemanan lebih jauh dengan Peni.

"Ia merasa hanya anak seorang muncikari, sedangkan Peni anak orang terpandang sehingga ia lebih memilih memendam perasaannya saja," kata salah seorang teman Sugeng.

Menjelang akhir hidupnya, Sugeng tetap memendam rasa itu. Ketika diberi kesempatan mengungkapkan beberapa permintaan terakhirnya, Sugeng menyebut nama-nama orang yang ingin ditemuinya. Duda kelahiran Jombang, 15 September 1964, itu mencantumkan nama Peni dalam daftar.

Peni yang kini menjadi anggota Komisi D DPRD Jatim ini pun menyambutnya dengan menemui Sugeng di Rutan Medaeng, Sidoarjo, Kamis (17/7) siang.

Mata Sugeng tampak berkaca-kaca begitu menyambut jabat tangan dari perempuan yang dipujanya puluhan tahun ini. Namun, perasaan itu langsung mencair dan berganti dengan reuni masa lalu. "Dia tidak pangling (lupa) sama saya. Katanya, gaya omongan saya kok pancet ae (tetap saja), cuma saya agak melebar (lebih gemuk)," kata Peni saat ditemui seusai bertemu dengan Sugeng.

Sebutan Camelia buat Peni memang sudah diketahui Peni sendiri sejak di SMP itu. Peni juga sempat bertanya mengapa diberi julukan itu. "Kata Sugeng, ya seneng ae (ya suka aja)," kata Peni yang hadir di Medaeng ditemani suaminya, yang seorang dokter.

Di mata Peni, Sugeng termasuk orang yang slengean. Karena itu, ia dan teman-temannya memiliki panggilan khusus untuk Sugeng, yakni "Glendem". Meski glendem atau ndableg, ketika SMP Sugeng termasuk pemain basket yang andal.

Peni terakhir bertemu dengan Sugeng sekitar tahun 1984 atau empat tahun sebelum peristiwa pembunuhan keluarga Poerwanto terjadi.

Untuk menghapuskan kekhawatiran Sugeng menyambut kematiannya, Peni yang baru pulang umrah ini membawakan Sugeng air zamzam, kurma nabi, dan tasbih. "Ternyata ia sudah tatag (tegar) menghadapi eksekusi. Sudah siap. Saya bilang 'jangan menangis ya', dia setuju," cerita Peni dengan mata berkaca-kaca.

Dari pertemuan yang berlangsung sekitar setengah jam di kamar blok D 1 itu, kata Peni, Sugeng justru mengaku lebih senang segera dieksekusi. Dia juga meminta maaf kepada semua orang dan mengakui kesalahannya. "Kata dia 'kalau dibilang salah, saya memang salah. Tapi, salah atau tidak itu Allah yang menilai. Saya sudah di sini (penjara) 20 tahun. Ya, saya sudah mencoba sudah melaksanakan apa yang harus dilakukan sebagai manusia yang sempat bersalah. Saya ingin cepat-cepat menyelesaikasn tugas saya sebagai manusia',” kata Peni menirukan omongan Sugeng.

MENURUT Rachmawati Peni Sutantri, setelah berpisah puluhan tahun, Peni melihat religiusitas Sugeng cukup baik, bahkan Peni sempat diberi ceramah agama singkat. Sugeng berpesan kepada Peni agar jangan memprediksi tiga hal yang menjadi rahasia illahi, yakni maut (kematian), jodoh, dan rezeki karena hal itu tidak bisa diakalkan dengan cara apa pun.

Pada akhir pertemuannya, Sugeng memberikan Peni kenang-kenangan gelombang cinta (anthurium), bonsai jeruk kikit, dan bunga kamboja. Bunga-bunga itulah yang selama ini dirawat saat mengisi hari-harinya di Lapas Kelas I Surabaya di Porong.

"Saya bilang, wah ini warisanmu yo? Terus ia jawab iyo rek ramuten (iya, mohon dirawat)," ujar Peni.

Untuk memastikan pemberian itu, Sugeng mengirimkan surat kepada Aris Setiawan, teman sesama terpidana mati penghuni blok D III/5 Lapas Porong. Isinya meminta Aris untuk mengambilkan tiga tanaman tersebut untuk Peni.

Sugeng juga menitipkan surat buat Ita dan Yusak, dua temannya yang sebenarnya ingin ditemuinya, tetapi terkendala perizinan dari Kejari Surabaya.

Selain bertemu dengan Peni, Kamis kemarin (17/7) Sugeng juga ditemui adik kandungnya, Rosemeywati atau Wati, dan Felicia, teman dekat Sugeng. Felicia dikenal Sugeng dari Wati ketika menjenguknya. Tetapi, hubungan lanjut keduanya terkendala perbedaan keyakinan. Selain menemui orang-orang yang dikasihi, hari-hari terakhir Sugeng juga banyak diisi dengan membaca Al Quran dan salat.

Sementara itu, Sumiarsih, kemarin juga menerima kedatangan pembimbing rohani Jonathan Gie dari Gereja Bethel Indonesia Surabaya. Jonathan mengakui kondisi Sumiarsih sehat dan ia meminta didoakan agar proses eksekusinya berjalan lancar. Kemarin Sumiarsih juga masih menjalankan puasa.

Kepada Jonathan, Sumiarsih berpesan agar anak-anaknya diatur dengan baik. "Ibu sudah menyiapkan ini selama 20 tahun, jadi tidak ada kekhawatiran. Malah mungkin merasa bersalah dengan putranya (Sugeng). Seperti terbersit 'kalau bisa Ibu Sih sendiri yang dihukum, anaknya jangan'. Anaknya hanya membantunya saja,” ungkap Jonathan.

Kepada Wati, yang saat itu mengunjunginya, Sumiarsih berpesan agar tetap tegar menerima kenyataan ini. Seusai bertemu dengan Jonathan dan Wati, Sumiarsih banyak mengisi waktunya dengan membaca Al Kitab. Dari pertemuan itu, Sumiarsih diberikan minyak oles cap kapak oleh Wati. Setelah dilaporkan ke petugas, minyak itu akhirnya bisa dipakai untuk menghangatkan tubuhnya.

Bang_Uk
Bang_Uk
Moderator
Moderator

Male
Jumlah posting : 237
Age : 38
Location : tengah sawah pakek wireless
Job/hobbies : nakok nga nabah balam
Registration date : 15.05.08

Kembali Ke Atas Go down

Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly Empty Re: Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly

Post by Bang_Uk Fri 18 Jul 2008 - 23:15

mnurut saya it's the greatest story I ever read. gw jd terharu... emang bener, dia dah bersalah tp baca crita ini, gw bener2 jd terharu... Ibu Inep jg ga gengsi, salute !!
Bang_Uk
Bang_Uk
Moderator
Moderator

Male
Jumlah posting : 237
Age : 38
Location : tengah sawah pakek wireless
Job/hobbies : nakok nga nabah balam
Registration date : 15.05.08

Kembali Ke Atas Go down

Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly Empty Re: Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly

Post by lio Sat 19 Jul 2008 - 10:40

ceriTa Yang SanGat TRagiS DaN MEngHaruKan SEKaligus DraMaTis....!!!!
lio
lio
Forum Maniac
Forum Maniac

Male
Jumlah posting : 169
Age : 34
Location : Palembang River Tourism City
Job/hobbies : chatingan,denger music n baca komik
Registration date : 13.07.08

Kembali Ke Atas Go down

Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly Empty Re: Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly

Post by Er_Ni Mon 21 Jul 2008 - 13:21

bgs dah tuh cerita !!
walau pjng bgt tpi g'rugi bacanya
Er_Ni
Er_Ni
Moderator
Moderator

Female
Jumlah posting : 480
Age : 35
Location : PLg CIty
Registration date : 07.05.08

Kembali Ke Atas Go down

Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly Empty Re: Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly

Post by p0e3_sk4r Tue 22 Jul 2008 - 14:30

hheheh oke nice history.,

jiakak :p

tragedi yang ajiibb dah,.

seeeppp .,

jaikakakak Very Happy Very Happy
p0e3_sk4r
p0e3_sk4r
Forum Maniac
Forum Maniac

Female
Jumlah posting : 251
Age : 34
Location : palembang!!! kota yg g jelas org\\
Job/hobbies : chat,, basket,, bowling,, renang,, bc novel,, ngemil,, maem.. tidur,, ngmpul
Registration date : 21.05.08

Kembali Ke Atas Go down

Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly Empty Re: Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly

Post by via Wed 6 Aug 2008 - 14:08

lio wrote:ceriTa Yang SanGat TRagiS DaN MEngHaruKan SEKaligus DraMaTis....!!!!


mengharukan banget........ dry
via
via
Active User
Active User

Female
Jumlah posting : 80
Age : 34
Location : PalEmbaN9
Registration date : 04.06.08

Kembali Ke Atas Go down

Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly Empty Re: Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly

Post by via Wed 6 Aug 2008 - 14:09

Er_Ni wrote:bgs dah tuh cerita !!
walau pjng bgt tpi g'rugi bacanya

iya..
dari cerita t j9 kta bayk blajar y b'...
via
via
Active User
Active User

Female
Jumlah posting : 80
Age : 34
Location : PalEmbaN9
Registration date : 04.06.08

Kembali Ke Atas Go down

Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly Empty Re: Tragedi itu Dimulai dari Gang Dolly

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas


 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik